SURABAYA - Guru Besar Bidang Ilmu Antropologi Sosial Budaya menjadi gelar yang resmi disandang oleh Prof Dr Rustinsyah Dra MSi pada Rabu (16/2/2022). Prof Rustinsyah resmi dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) aktif ke-20.
Dalam momen membanggakan tersebut, Prof Rustinsyah secara virtual menyampaikan orasinya. Orasi tersebut bertajuk Revitalisasi Modal Sosial untuk Pembangunan dan Percepatan SDGs Pedesaan di Tengah Kapitalisme.
Prof Rustinsyah menyebut bahwa pembangunan pedesaan telah menjadi fokus di berbagai negara. Pembangunan tersebut ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa.
“Sejak Indonesia merdeka, sesuai amanat UUD 1945, pembangunan desa mulai dilakukan meski kemudian kondisi sosial politik Indonesia belum stabil sehingga progresnya sering terganggu, ” papar guru besar yang dimiliki UNAIR sejak berdiri ke-538 tersebut.
Namun sejak tahun 2015, pembangunan desa telah masuk dalam agenda sustainable development goals (SDGs). Pemerintah Indonesia sendiri mengimplementasikan SDGs Desa melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Dalam Perpres tersebut, tertuang 17 poin SDGs Desa yang berhubungan dengan SDGs.
Menurut Prof Rustinsyah, strategi pembangunan desa hanya akan berhasil apabila ada kapital dan modal sosial yang diadaptasikan dengan kearifan lokal. Terlebih karena desa-desa di Indonesia memiliki kondisi sosial budaya dan ekonomi yang sangat beragam
“Masuknya pasar dan uang menjadi sinyal terjadinya kapitalisasi dalam desa. Kapitalisasi ini akan membawa dampak pada meluasnya jaringan sosial dan hubungan pasar, ” jelas guru besar UNAIR PTN-BH ke-246 itu.
Kapitalisasi tersebut kemudian mendapat dukungan pemerintah melalui program-program nasional bagi desa. Maka untuk mengimbangi situasi tersebut, empat modal sosial dimunculkan dalam orasi Prof Rustinsyah.
Modal sosial pertama adalah bonding social-capital yang berdiri atas kerja sama antar individu dan kelompok. Kedua, bridging social-capital yang merupakan relasi sosial dalam kelompok heterogen yang memberikan manfaat.
Ketiga, linking social capital yang menjadi hubungan individu-individu dalam struktur kekuasaan untuk mendapat dukungan dari lembaga formal. Terakhir, hybrid social capital yang menjadi gabungan dari bonding, bridging, dan linking social capital.
“Konsep yang saya temukan ketika saya temukan ketika saya melakukan penelitian, ” imbuhnya.
Untuk itu, Prof Rustinsyah menyerukan penguatan kapital untuk pembangunan desa serta modal sosial untuk mengelola sumber daya manusia. Melalui strategi tersebut, Prof Rustinsyah meyakini Indonesia mampu meraih pembangunan desa yang mandiri, otonom, aman, sejahtera, berkarakter, dan sejalan dengan kearifan lokal serta SDGs.
Terakhir, perempuan kelahiran Magelang tersebut mengucapkan terima kasih terhadap setiap pihak dan keluarga yang telah memberikan dukungan dalam perjalannya meraih titel guru besar. Melalui pengukuhan tersebut, Prof Rustinsyah meyakinkan bahwa gelar guru besar tersebut akan ia maknai sebagai amanah dan tantangan untuk terus berkontribusi pada pendidikan Indonesia dan masyarakat secara luas. (*)
Penulis: Intang Arifia
Editor: Khefti Al Mawalia