SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencanangkan pengembangan industri pariwisata. Salah satunya, mengembangkan desa wisata baru di bawah BUMDes. Pakar Pariwisata Universitas Airlangga (UNAIR) Novianto Edi Suharno SST PAR MSI, Jum'at (11/2/2022), menyebut perlu adanya penyesuaian dan perhatian terhadap beberapa hal.
Pengembangan desa wisata tidak memakan biaya yang tinggi karena beberapa sumber daya telah tersedia di sana. Desa wisata itu nantinya membentuk model pemberdayaan masyarakat atau dikenal sebagai CBT (Community Based Tourism).
“Untuk mewujudkannya, perlu dikenali terlebih dahulu potensi desa. Komitmen bersama antar elemen di dalamnya (BUMDes dan masyarakat desa, red) juga diperlukan. Sehingga akan berdampak pada pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism, ” ujarnya.
Menurut Wakil Dekan 3 Fakultas Vokasi UNAIR itu, desa wisata perlu mempertimbangkan sarana. Di antaranya, akomodasi, makan dan minum, serta angkutan wisata. Termasuk diperlukan kemudahan akses dan transportasi.
Dalam mempertahankan sektor pariwisata pada masa pandemi tersebut Anto merekomendasikan tiga langkah. Yaitu, adaptasi, inovasi, dan kolaborasi.
“Adaptasi ini dapat diterapkan pada layanan makan dan minum yang telah banyak menerapkan pelayanan pesan-antar, ” tuturnya.
Anto menambahkan, layanan pesan-antar membutuhkan suatu keterampilan khusus. Misalnya, dalam mendesain bungkus makanan yang sesuai dengan produk.
“Inovasi dibutuhkan dalam pelayanan pariwisata sendiri, termasuk pemasaran. Saat ini semua berbasis digital. Pengelola harus dapat memasarkan wisatanya dengan basis digital agar lebih meluas, ” terangnya.
Inovasi juga sangat diperlukan dalam produk wisata. Pengelola tempat wisata perlu melakukan pembaharuan kegiatan-kegiatan di desa. Dengan begitu, wisatawan dapat menikmati dan tidak bosan menyaksikan kegiatan tersebut.
“Saat ini kan masih WFH (Work From Home), jadi bisa dibuat inovasi tempat semacam coworking space di desa wisata. Sehingga wisatawan dapat bekerja dari desa atau WFD, ” tuturnya.
Selain itu, keinginan berlibur tanpa banyak bertemu dengan orang lain mengubah tren layanan paket wisata. Anto menyampaikan, para pelaku industri pariwisata harus mulai berinovasi memberikan layanan paket wisata eksklusif atau kelompok kecil. Agar wisatawan merasa lebih aman dan mengurangi potensi penularan virus saat liburan.
“Wisatawan dan pengelola tentu harus mentaati dan menjalankan aturan yang sudah ada. Saat ini pengelola tempat wisata dan tempat makan telah banyak memiliki sertifikasi CHSE, yaitu standar protokol kebersihan, kesehatan, keamanan dan kelestarian lingkungan. Ini merupakan cara untuk sektor pariwisata tetap berjalan, ” terangnya.
Kolaborasi juga perlu dilakukan oleh seluruh elemen. Tujuannya, mencapai satu pengembangan desa wisata CEMARA (Cerdas, Mandiri dan Sejahtera) di daerah Jatim. “Komitmen semua pihak sangat diperlukan untuk bersinergi dan berinovasi untuk Jatim bangkit, ” tuturnya. (*)
Penulis: Alysa Intan Santika