Dosen UNAIR: Ekonomi Islam Bukan Lagi sebagai Ekonomi Alternatif

    Dosen UNAIR: Ekonomi Islam Bukan Lagi sebagai Ekonomi Alternatif
    Bayu Arie Fianto sedang memaparkan materi dalam acara EKIS GOES PUBLIC (Sumber : SS Zoom)

    SURABAYA - Seperti yang diketahui, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Dilansir dari data The Royal Islamic Strategic Studies Center (RISSC), jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 231, 06 juta orang pada 2021 atau setara dengan 86, 7% dari total populasi. Melihat potensi tersebut, maka wajar jika pemerintah optimis untuk membuat Indonesia menjadi pusat studi dan perkembangan ekonomi syariah dunia.

    Hal tersebut selaras dengan apa yang  disampaikan oleh Kepala Program Studi (KPS) S1 Ekonomi Islam Universitas Airlangga (EKIS UNAIR) Bayu Arie Fianto dalam acara EKIS GOES PUBLIC yang mengusung tema “Ekis for best future”. Acara tersebut diinisiasi oleh Himpunan Mahasiswa (HIMA) EKIS UNAIR pada Jumat (11/3/2022), melalui media virtual zoom.

    Dalam paparannya, Bayu menyampaikan perkembangan perekonomian syariah baik di skala nasional hingga skala global. Baginya, perkembangan yang pesat, setidaknya dalam tiga dekade ke belakang, membuat para ahli meramalkan aset produk syariah mampu menembus angka 5 Triliun Dolar Amerika sebelum tahun 2030.

    “Ekis (Ekonomi Islam, red) ini tersebar di semua negara, di US juga ada, Eropa juga ada, Australia, kemudian Jepang, terlebih di Asia dan terutama di negara muslim, ” tutur Bayu menjelaskan.

    Ketika berbicara mengenai skala global, Bayu tidak hanya menjelaskan mengenai sistem Ekonomi Islam yang telah tersebar. Ia pun bertutur mengenai universitas dunia yang telah membuka program studi mengenai Ekonomi Islam. Hal itu tentunya menjadi angin segar bagi mahasiswa maupun lulusan Ekonomi Islam UNAIR untuk semakin mengembangkan sayapnya bahkan hingga negara non-muslim sekalipun.

    “Bahkan mereka banyak yang non-muslim, ya, ada yang atheis juga, dan mereka sangat bersemangat mempelajari Ekonomi Islam, ” sambung Bayu saat menceritakan pengalamannya ketika mengisi perkuliahan musim panas di salah satu kampus di Belanda pada 2018.

    Namun, tambahnya, aset Perekonomian Islam di Indonesia justru lebih kecil daripada negara tetangga, Malaysia, yang mencapai 30% dari total kegiatan ekonomi di negara tersebut. Ia pun berharap Ekonomi Islam mampu menjadi ekonomi arus utama dan bukan lagi dipandang sebagai ekonomi alternatif. Hal itu bukannya tanpa alasan, baginya, kini, sektor-sektor keuangan seperti bank, asuransi, pegadaian, dana pensiun, modal ventura, hingga ranah investasi pun sudah memiliki instrumen syariah.

    Hal tersebutlah yang menjadi pemicu UNAIR untuk terus berkembang menjadi salah satu universitas negeri rujukan dalam Pendidikan Ekonomi Syariah. Momen itu tercermin dengan penghargaan yang diterima oleh UNAIR sebagai kampus dengan pengembangan Ekonomi Syariah terbaik di Indonesia pada 2017.

    “Disini kami menggabungkan sisi ekonomi dan keislamannya. Baik dalam kurikulum, dalam resources-nya, dalam pengajarannya, maupun aktivitas-aktivitas pengajarannya, ” tambah dosen lulusan Lincoln University, Selandia Baru ketika memaparkan Departemen Ekonomi Syariah UNAIR (*)

    Penulis : Afrizal Naufal Ghani

    Editor : Nuri Hermawan

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Gelar Info Session Virtual Bersama AGE,...

    Artikel Berikutnya

    Urgensi Hingga Rancangan Regulasi Kekerasan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Jika Rp.1000 per Hari Duit Rakyat untuk Kesehatan, Kira-kira Cukup Gak?
    Hendri Kampai: Ujian Nasional, Standar Kompetensi Minimal Siswa dan Cerminan Keberhasilan Guru
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan, Menjadi Tuan Rumah di Ladang Sendiri!
    Hidayat Kampai : Menelusuri Dunia Kecerdasan Buatan untuk Menyusun Karya Ilmiah

    Ikuti Kami