Kasus Perundungan di Tasikmalaya, Pakar UNAIR: Peran Lingkungan Korban Alami Trauma Hingga Gangguan Fisik

    Kasus Perundungan di Tasikmalaya, Pakar UNAIR: Peran Lingkungan Korban Alami Trauma Hingga Gangguan Fisik
    Foto : Dr Dewi Retno Suminar M Si Psikolog, selaku Pakar Psikologi Universitas Airlangga (Foto : Istimewa)

    SURABAYA, - Seorang anak berusia 11 tahun yang berada di bangku Sekolah Dasar (SD) di Singaparna, Tasikmalaya, meninggal setelah mengalami perundungan dari beberapa temannya pada pertengahan Juni lalu. Kasus tersebut menggemparkan masyarakat karena korban mengalami kekerasan secara fisik, psikis, hingga seksual.

    Menanggapi hal itu, Pakar Psikologi Universitas Airlangga Dr Dewi Retno Suminar MSi Psikolog mengungkapkan bahwa korban tersebut mengalami trauma. Sebab, dampak perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tentu tidak akan dilupakan. “Apalagi pem-bully-annya cukup aneh dan tidak wajar, ” ujarnya, Senin (8/8/2022).

    Dari perundungan tersebut, imbuh Dewi, dapat berdampak pada rasa tidak percaya diri, trauma, bunuh diri, bahkan sampai celaka fisik sampai meninggal. “Apalagi kondisi korban ketika tidak ada support dari lingkungan dan hanya dipendam sendiri akan menjadi kuat (efek, Red) negatifnya. Dan, tentu ketika tidak teratasi akan mengganggu fisiknya juga, ” tegasnya.

    Faktor Lingkungan, Pertemanan, dan Keluarga

    Menurut Dewi, faktor lingkungan terdekat sangat mempengaruhi perilaku perundungan anak-anak karena faktor dalam dirinya yang saling berinteraksi satu sama lain. Lingkungan terdekat anak-anak (lingkungan microsistem) adalah lingkungan yang memberikan dampak langsung bagi perkembangan anak.

    Hal itu juga dipengaruhi oleh adanya bentuk pelapisan di berbagai masyarakat, khususnya di sekolah atau lingkungan pertemanan. Seperti tindak perundungan yang dilakukan anak pintar dengan anak yang bodoh, anak kaya dengan anak miskin, atau anak yang pemberani (mempunyai kuasa pertemanan) dengan anak yang penakut.

    Selain itu, faktor keluarga seperti perlakuan orang tua yang terlalu bangga terhadap anaknya yang menurut sangat berpengaruh. Dewi mengatakan bahwa anak-anak dibolehkan untuk mengatakan tidak, asal mempunyai alasan. Anak berkata tidak bukan berarti tidak menurut, namun hal itu merupakan bentuk bagaimana anak berani menyuarakan apa yang menjadi kemauan, perasaan, atau pemikirannya.

    Mengajak anak untuk berani menyuarakan apa yang diungkapkan akan membuat anak lebih tangguh. Sehingga anak dapat tumbuh rasa percaya diri dan tidak takut terhadap segala sesuatu. Ajari anak untuk berani mengatakan ‘tidak’ atau ‘jangan sekarang’. Hal itulah yang harus dipupuk dan dilakukan dalam dalam mengasuh anak. Sehingga anak mampu melawan ketika ada orang lain yang merundungnya.

    “Bagi yang menemukan seseorang yang menjadi korban (perundungan) memberikan dukungan dan jangan menyalahkan. Apalagi jika orang tua (mendapati anaknya dirundung) sering lupa dan justru menyalahkan anaknya. Ini akan membuat anak semakin rendah diri dan minder. Bangkitkan rasa percaya diri, ” ujarnya. (*)

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Vokasi ITS Kembali Peroleh Sertifikasi Keprofesian...

    Artikel Berikutnya

    KKN ITS Kembangkan Ekonomi Lokal Kopi Tosari...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Jika Rp.1000 per Hari Duit Rakyat untuk Kesehatan, Kira-kira Cukup Gak?
    Hendri Kampai: Ujian Nasional, Standar Kompetensi Minimal Siswa dan Cerminan Keberhasilan Guru
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan, Menjadi Tuan Rumah di Ladang Sendiri!
    Hidayat Kampai : Menelusuri Dunia Kecerdasan Buatan untuk Menyusun Karya Ilmiah

    Ikuti Kami