SURABAYA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi mengeluarkan regulasi baru mengenai kenaikan tarif ojek online (ojol). Peraturan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi pada 4 Agustus 2022.
Kepala Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Pitra Setiawan menyampaikan bahwa kenaikan tarif ojek online disebabkan karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta kepastian pendapatan bagi para mitra pengemudi ojek online.
Senada dengan hal itu, pakar ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD, Sabtu (13/8/2022) mengatakan bahwa kenaikan tarif ojol tersebut merupakan respons pemerintah atas inflasi dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sehingga, pemerintah perlu menyesuaikan dan mengakomodir kesejahteraan pengemudi ojol.
Kemudian, ia menjelaskan bahwa penggunaan jasa ojol merupakan suatu pilihan bagi masyarakat. Dalam hal ini, ojol adalah transportasi milik swasta yang menawarkan banyak keunggulan dan manfaat bagi pelanggan dibandingkan dengan transportasi umum.
“Misalnya pakai MRT atau commuter, itu jaraknya tertentu dan tempatnya juga tertentu. Kalau ojek online dari point ke point ke mana aja bisa, lebih fleksibel dan praktis sehingga pemerintah perlu memperhatikan juga kesejahteraan ojol. Bagi masyarakat ini pilihan, kalau merasa ojol mahal, masyarakat bisa beralih ke transportasi lain, tidak ada paksaan bagi mereka untuk menggunakan ojol, ” terang Rossanto.
Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD
Lebih lanjut, dosen Fakultas Ekonomi dan Pembangunan (FEB) itu meyakini bahwa kenaikan tarif ojol akan menurunkan permintaan pelanggan. Dalam jangka pendek, masyarakat akan terkejut sehingga mereka akan melakukan keseimbangan atas pengeluaran mereka untuk transportasi.
Namun dalam jangka panjang, jika mereka merasa ojol adalah transportasi alternatif paling murah, mereka akan kembali menggunakan ojol. Kalaupun masyarakat beralih ke transportasi umum, seperti MRT, commuter, bus, dan sebagainya, kehadiran ojol tetap dibutuhkan sebagai transportasi komplemen.
“Ini memang seperti buah simalakama, tapi kita tidak mungkin menghindari juga karena harga bahan bakar mengalami kenaikan, jadi kita perlu mengakomodir kesejahteraan ojol, ” pungkasnya. (*)
Penulis: Rafli Noer Khairam
Editor: Binti Q. Masruroh