SURABAYA - Industri film Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Inovasi dan kreativitas para filmmaker dalam memproduksi sebuah karya senantiasa memunculkan keunikan dan kebaruan sehingga film Indonesia makin melejit.
Baru-baru ini, jagat perfilman tanah air dihebohkan dengan kehadiran film Ngeri-Ngeri Sedap (2022). Bukan tanpa sebab, film garapan Bene Dion itu berhasil dinobatkan menjadi Film Cerita Asli Terlaris dengan jumlah penonton lebih dari 2, 6 juta sejak awal penayangan pada 2 Juni 2022.
Merespons hal itu, pakar Kajian Sinema Universitas Airlangga (UNAIR) IGAK Satrya Wibawa SSos MCA PhD pada Kamis (7/7/2022) mengatakan bahwa kehadiran film Ngeri-Ngeri Sedap menjadi sebuah tanda yang bagus untuk industri perfilman di Indonesia.
“Menurut saya, ini sebuah hasil yang bagus dan menggembirakan karena pada saat yang bersamaan ada beberapa blok movie yang juga sudah masuk ke Indonesia seperti Jurassic Park, Top Gun, kemudian beberapa film yang lain. Ini buat saya hasil yang menggembirakan dan sebuah tanda-tanda yang bagus buat industri film kita, ” ucapnya.
Dosen Kajian Sinema Universitas Airlangga (UNAIR) IGAK Satrya Wibawa SSos MCA PhD. (Sumber: Komunikasi FISIP UNAIR)
Kemudian, dosen program studi Ilmu Komunikasi UNAIR itu menyampaikan dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan film Ngeri-Ngeri Sedap.
Tema Universal dalam Konteks Budaya Batak
Pertama, tema dan the sense of comedy film Ngeri-Ngeri Sedap ringan dan natural. Ia menjelaskan bahwa isu hubungan orang tua dan anak-anak dalam film tersebut adalah tema yang universal dan berkaitan dengan semua orang, walaupun disajikan dengan budaya Batak yang kuat.
Di samping itu, ia menambahkan bahwa faktor keingintahuan masyarakat seringkali menjadi daya tarik tersendiri bagi sebuah film.
“Misalnya begini, munculnya Yowes Ben sebagai film Jawa dengan segala pisuhan-nya. Kita sering kali jadi salah satu endorser untuk menonton film itu. Begitu juga dengan film nuansa Batak. Gimana, sih, orang-orang Batak? Ini sama dengan kita nonton Minions dengan ada embel-embel bahasa Indonesianya, ” jelas Igak.
“Ada semacam psychological endorser ketika kita menonton sebuah film dan ada hal-hal yang menurut kita menarik selain keingintahuan kita, tapi juga ada hal-hal yang membuat kita dekat. Walaupun film nuansa Batak itu tidak baru, dalam konteks ini Ngeri-Ngeri Sedap menurut saya menampilkan sebuah tema yang universal dalam budaya Batak yang kental, ” tambahnya.
Faktor Diaspora
Kedua, faktor yang bisa menjadi perhitungan adalah diaspora Batak di Indonesia yang cukup banyak, seperti halnya diaspora Minang, Madura, dan Jawa.
“Itu juga sebuah faktor keberhasilan yang artinya orang-orang Batak di luar Sumatera, orang-orang Padang di luar Sumatera, orang-orang Jawa di luar Jawa ketika menonton film yang sangat dekat dengan konteks mereka, budaya mereka, root mereka, keinginan untuk apa yang disebut sebagai visual reunion atau nostalgia itu juga menjadi pendorong orang untuk menonton film, ” tutur alumnus Curtin University itu.
Walau demikian, ia tidak menyebutkan bahwa penontonnya pasti orang Batak. Akan tetapi, dalam hal ini ada faktor yang akan merujuk ke sana. Sama halnya ketika orang Indonesia menonton film Indonesia di luar negeri. Oleh sebab itu, kedekatan kontekstual dan kedekatan psikologis secara geografis mampu mendorong seseorang untuk menonton sebuah film. (*)
Penulis: Rafli Noer Khairam
Editor: Binti Q. Masruroh