SURABAYA - Perkembangan sebuah pekerjaan idealnya ditentukan oleh pergerakan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Nyatanya, kini pembentukan pekerjaan bergeser menjadi cerminan kebutuhan kelompok tertentu saja. Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Kejuruan (PPTK) perlu hadir menggunakan metodologi yang tepat sehingga pendidikan teknik dapat berfokus pada banyak kompetensi untuk menyelesaikan polemik tersebut.
Strategi pembelajaran Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Kejuruan (PPTK) akrab dikenal dengan Technical and Vocational Education and Training (TVET) oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Pembelajaran PPTK yang baik adalah yang berdampak pada diri dan masa depan peserta didik dalam kehidupan sosial, ekonomi, seni, budaya, teknologi, dan pemeliharaan lingkungan alam.
Assoc Prof Nidal Jabari dari Universitas Teknik Palestina - Kadoorie menjelaskan, semestinya metodologi yang digunakan untuk PPTK akan membawa kurikulum pendidikan teknik tidak hanya berfokus pada kompetensi keilmuan. Lebih dari itu, juga dapat menyangkut kompetensi lain yakni kompetensi profesional, personal, sosial, dan metodologis. “Keempat kompetensi inilah yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dan sudah disesuaikan dengan pasar lapangan kerja, ” terangnya, Senin (1/8/2022).
Delapan langkah untuk menjalankan metodologi normatif untuk mengembangkan kurikulum untuk Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Kejuruan (TVET)
Nidal turut mengenalkan metodologi normatif untuk pendidikan kejuruan teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum ini. Adapun metodologi tersebut berbasis pada aturan atau norma yang sudah ditetapkan sebelumnya. Faktor pembuatannya sendiri didorong dengan kurangnya kesempatan bekerja bagi para lulusan institusi teknik kebanyakan. “Metodologi ini sudah dikembangkan dalam riset saya bersamaan dengan pembahasan terkait pembelajaran cerdas, ” ujarnya.
Terdapat delapan langkah untuk menjalankan metode ini. Langkah pertama diimulai dengan menentukan atau memodifikasi kompetensi dari suatu pekerjaan hingga evaluasi seluruh proses. Hal tersebut sangat penting, terutama bagi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) sebagai institusi teknik. “Langkah tersebut akan terus berulang hingga mencapai kompetensi yang dibutuhkan” ujar doktor lulusan Departemen Teknik Elektro ITS tersebut.
Dalam acara Guest Lecture Series on SDGs pada 11 Mei lalu, Nidal menerangkan salah satu cara terbaik untuk menjalankan kurikulum ini adalah dengan mengadakan lokakarya dari ahli di bidangnya masing-masing. Para ahli dapat dijadikan sebagai informan utama untuk menentukan kompetensi yang dibutuhkan dari sebuah pekerjaan. “Karena faktanya hal-hal tersebut tidak terdapat dalam buku panduan kita semua, ” ujarnya.
ITS sendiri berkesempatan mengadakan lokakarya tersebut melalui kerja sama dengan Universitas Teknik Palestina - Kadoorie jika tertarik untuk menerapkan kurikulum tersebut pada pertengahan tahun ini. Targetnya adalah untuk mengembangkan dan menjadikan orang-orang lebih kompeten dan bekerja lebih efisien dari sebelumnya. “Hal ini karena pengajaran formal tetap harus diselingi dengan pengajaran langsung oleh para ahli di bidangnya, ” pungkasnya.
Reporter: Faqih Ulumuddin
Baca juga:
Kode Etik Jurnalistik
|
Redaktur: Astri Nawwar Kusumaningtyas