Pemerintah telah menetapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) kembali ke angka 50% dari kuota satu kelas terutama untuk wilayah yang sedang berstatus PPKM level 2. Sementara daerah PPKM Level 1, 3 dan 4 tetap mengikuti ketentuan SKB 4 menteri.
Kembali berubahnya kebijakan PTM ini diprediksi oleh Dosen Psikologi Universitas Brawijaya, Ari Pratiwi S.Psi., M.Psi akan menimbulkan perasaan ketidakpastian kepada anak.
“Mereka kan termasuk baru memulai adaptasi dari rumah ke sekolah sekarang di rumah lagi. Tentu hal ini membuat anak anak akan merasa tidak pasti. Kita saja yang dewasa kadang merasa tidak pasti perasaannya tidak senang juga, ” ucapnya.
Potensi kondisi ini membuat Ari Pratiwi memberikan empat tips yang bisa dipakai oleh orang tua dan anak agar PTM yang kembali 50% ini dapat berjalan dengan lancar pertama sikap fleksibel.
Ari Pratiwi menyarankan orang tua melakukan sikap yang fleksibel kepada anak anak karena kebijakan seperti PTM ini bisa berubah setiap saat.
“Orang tua mengajarkan sikap fleksibel sebab kalau kaku malah membuat anak anak stress di rumah, perilaku mereka tidak terkendali dan jika direspon negatif oleh orang tua malah akan membuat konflik, ” ucapnya.
Sikap fleksibel ini menurut Ari akan membuat anak siap dalam kondisi apapun kebijakan PTM yang akan dilakukan.
Kedua pahami mood anak. Orang tua wajib memahami perasaan anak. Sebab kata Ari, ada potensi anak anak sudah semangat tapi ternyata mereka waktunya belajar di rumah. Atau sebaliknya, seharusnya belajar di sekolah malah mereka malas untuk ke sekolah.
“Ini perlu orang tua memahami perasaan misal bilang oh lagi semangat ya ke sekolah tapi sayang kita sekarang belajar di rumah dulu ya, ” imbuh alumni Universitas Indonesia ini.
Ketiga atur waktu dan jalankan dengan Konsisten.
Ari menyarankan orang tua perlu membuat aturan bahwa meski anak belajar di rumah maka perilakunya sama dengan ketika belajar di sekolah salah satunya tetap bangun pagi.
“Harus konsisten meski di rumah harus tetap bangun pagi. Jangan sampai tidak teratur, ritmenya sama konsisten, meski di rumah ya tetap pagi sehingga ritmenya terjaga, ” katanya.
Orang tua kata Ari Pratiwi juga perlu membuat catatan kapan sang anak belajar di sekolah. Sekaligus jika orang tua adalah pekerja maka juga perlu membuat catatan jadwal sehingga orang tua bisa mengantisipasi lebih awal jika anak belajar di rumah sementara orang tua harus bekerja.
“Kalau anak terjadwal belajar di rumah, sementara orang tua bekerja ini akan repot maka perlu ada catatan jadwal sehingga bisa diantisipasi lebih awal, ” sambungnya.
Keempat sekolah harus ciptakan situasi yang nyaman.
Ari Pratiwi menyarankan sekolah menciptakan situasi yang nyaman di saat kebijakan PTM bisa berubah tiap waktu.
“Sebab selama ini jika di rumah guru mengajarnya lebih satu arah. Guru sudah pernah mengajar full di sekolah dan sekarang tidak penuh lagi tentu mereka harus menyamakan lagi. Guru harus berikan hal yang sama meski ada siswa yang belajar di rumah. Tentu guru harus mampu mengatur ini, ” tuturnya.
Selain itu, untuk usia SMP dan SMA yang mulai terbiasa dengan kerja kelompok harus kembali juga belajar dari rumah. Ari menilai hal ini akan menjadi tantangan untuk guru untuk mengatur lagi.
“Sebab guru sudah mulai konsisten ritmenya sekarang berubah lagi. Tentu kuncinya adaptasi sebab kesulitan tidak hanya dialami guru tapi siswa dan orang tua, ” pungkasnya. (HmsUB/Jon)