Tayang Perdana, Dokter UNAIR TV Ulas Seputar Omicron

    Tayang Perdana, Dokter UNAIR TV Ulas Seputar Omicron
    Dr Isnin Anang Marhana, dr, SpP (K). FCCP, FISR, FAPSR, saat memberikan paparan pada kanal Dokter UNAIR TV. (Foto: SS Zoom)

    SURABAYA - Virus SARS-CoV-2 sebagai virus penyebab COVID-19 terus mengalami mutasi membentuk varian baru. Varian terbaru yang terdeteksi, Omicron, saat ini telah menyebar ke seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Varian Omicron disebut memiliki peningkatan transmisi sehingga fase penyebarannya lebih cepat dibandingkan dengan varian-varian sebelumnya. Pencegahan yang lebih signifikan diperlukan agar terhindar dari varian ini.

    Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) pada Jumat (25/2/2022), meluncurkan kanal YouTube edukasi yang diberi nama Dokter UNAIR TV. Kanal ini diresmikan langsung oleh Dekan FK UNAIR, Prof Dr Budi Santoso dr SpOG (K), dan rektor UNAIR, Prof Dr Mohammad Nasih SE MT AK. Materi pertama yang dibahas dalam kanal edukasi tersebut yaitu mengenai varian Omicron. 

    Hadir sebagai pemateri, Dr Isnin Anang Marhana, dr, SpP (K). FCCP, FISR, FAPSR mengungkapkan bahwa seseorang yang terkena varian Omicron akan mengalami gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan varian Delta, namun penularannya lebih cepat. Selain itu, sambungnya, sifat dasar dari virus adalah selalu bermutasi untuk bertahan hidup. 

    “Jadi, setelah terdapat varian Alfa, Beta, Gamma, masih ada varian Omicron dari virus COVID-19. Namun, dari segi klinis, varian Omicron dinilai tidak terlalu parah daripada beberapa varian sebelumnya, ” ujarnya.

    Selanjutnya, Isnin juga berkata bahwa antibodi manusia pada akhirnya akan terbentuk dan pandemi ini bisa segera berakhir. Isolasi mandiri, sambungnya, bisa dilakukan selama lima hari jika tanpa gejala. 

    “Atau dilakukan selama sepuluh hari, ” ujar spesialis pulmonologi tersebut.

    Ia juga menekankan bahwa isoman selama lima atau sepuluh hari itu dapat dilakukan oleh orang yang tidak bergejala. Isoman tersebut juga harus menggunakan tes swab PCR, tidak boleh menggunakan tes swab antigen.

    “Ketika kita mengalami keluhan batuk, hidungnya kita beler, badan capek-capek, plus ada riwayat kontak (dengan yang positif, Red) baru kita swab. Karena memang daya transmisi dari varian ini sangat tinggi, ” lanjutnya.

    Pada akhir, ia juga berpesan agar selalu menerapkan protokol 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak). Pencegahan terbaik, lanjutnya, dilakukan dengan mencegah virus masuk ke tubuh.

    “Omicron bisa kita upayakan untuk dicegah. Pencegahan terbaik adalah dengan 3M, termasuk menghindari kerumunan, mencuci tangan, dan melacak kontak. Kemudian yang tidak kalah wajib juga adalah vaksin. Dengan vaksin, angka kematian sudah jauh berkurang. Jadi, vaksin itu sangat mutlak dan sangat penting, ” pungkasnya. (*)

    Penulis: Dewi Yugi Arti

    Editor: Nuri Hermawan

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Lingkungan WIDODARI, Implementasi Program...

    Artikel Berikutnya

    Perketat Prokes, HMTC ITS Bentuk Satgas...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Jika Rp.1000 per Hari Duit Rakyat untuk Kesehatan, Kira-kira Cukup Gak?
    Hendri Kampai: Ujian Nasional, Standar Kompetensi Minimal Siswa dan Cerminan Keberhasilan Guru
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan, Menjadi Tuan Rumah di Ladang Sendiri!
    Hidayat Kampai : Menelusuri Dunia Kecerdasan Buatan untuk Menyusun Karya Ilmiah

    Ikuti Kami