Kaji Pluralisme Hukum Indonesia Antarkan Mahasiswa UNAIR Jadi Pembicara Forum Internasional

    Kaji Pluralisme Hukum Indonesia Antarkan Mahasiswa UNAIR Jadi Pembicara Forum Internasional

    SURABAYA -  Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menorehkan prestasi gemilang di kancah internasional lewat prestasi mahasiswanya. Mereka adalah Stefania Arshanty Felicia, Harven Filippo Taufik, dan Rahajeng Dzakiyya Ikbar dalam kegiatan The 2nd Asian Legal History Conference yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Thammasat, Centre for Asian Legal Studies, dan Fakultas Hukum National University of Singapore pada Sabtu (23/07/2022) hingga Minggu (23/07/2022).

    Ketiganya menyusun abstrak ilmiah tentang pluralisme hukum di Indonesia dan mempresentasikannya dalam forum tersebut. Judul abstrak yang diusung yaitu The Netherlands’ Colonialism Influence Toward Legal Pluralism in Indonesia’s Civil Procedural Law: A Historical Analysis.

    “Tema tersebut dipilih karena melihat sistem hukum di Indonesia yang saat ini berlaku, terdapat pluralisme hukum yang menunjukkan adanya beberapa sistem hukum yang berlaku. Bila ditinjau secara historis, pluralisme hukum ini salah satunya dipengaruhi oleh penjajahan Belanda di Indonesia, ” ucap Stefania.

    Secara khusus, lanjut Stefania, pengaruh tersebut terdapat pada hukum acara perdata. Pluralisme hukum yang ada terlihat pada sumber hukum acara perdata seperti HIR, RBg, BW dan Rv.

    Pendekatan Historis

    Stefania selaku perwakilan tim mengungkapkan, tema tersebut dipilih karena dalam konferensi hukum tingkat internasional cukup menarik membahas hukum dengan pendekatan historis. Terlebih, sedari awal disadari bahwa belum banyak penelitian yang fokus pada pendekatan historis hukum di Indonesia.

    “Penelitian ini menemukan bahwa pluralisme hukum pada hukum acara perdata saat ini tetap berlaku akibat ketentuan Aturan Peralihan pada UUD 1945, ” terang Stefania.

    Dalam abstrak ilmiah tersebut juga dijelaskan bahwa pada awalnya pluralisme hukum dibedakan berdasarkan penggolongan penduduk yang ada pada Indische Staatsregeling. Lalu, saat ini hanya berdasarkan teritorial saja. Dalam abstrak tersebut juga terdapat analisis perbandingan yang ada pada HIR, RBg, Rv, dan BW, sekaligus mengulas pendapat ahli dan yurisprudensi mengenai keberlakuan ketentuan hukum acara perdata.

    Unifikasi Hukum

    “Harapannya penelitian ini dapat memberikan kontribusi akan adanya kemungkinan unifikasi hukum acara perdata layaknya pada hukum acara pidana, ” jelas Stefania.

    Meskipun, lanjutnya, berdasarkan hasil diskusi bersama beberapa ahli hukum yang hadir dalam sebagai panelis seperti Andrew Harding dari NUS Law dan Christopher Roberts dari CUHK Law bahwa unifikasi hukum acara perdata sangat bergantung pada eksistensi hukum materilnya yang hingga saat ini juga masuk plural seperti hukum adat, hukum Islam, dan hukum barat atau BW. (*)

    Penulis: Tristania Faisa Adam

    Editor: Binti Q Masruroh

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Kurangnya Perhatian Soal Sampah, FST UNAIR...

    Artikel Berikutnya

    KKN ITS Kembangkan Ekonomi Lokal Kopi Tosari...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Jika Rp.1000 per Hari Duit Rakyat untuk Kesehatan, Kira-kira Cukup Gak?
    Hendri Kampai: Ujian Nasional, Standar Kompetensi Minimal Siswa dan Cerminan Keberhasilan Guru
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan, Menjadi Tuan Rumah di Ladang Sendiri!
    Hidayat Kampai : Menelusuri Dunia Kecerdasan Buatan untuk Menyusun Karya Ilmiah

    Ikuti Kami