SURABAYA - Saat ini, masih banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM yang mengklaim halal produknya secara personal dibandingkan melalui audit dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Berangkat dari permasalahan tersebut, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) turut berperan aktif dengan melakukan pelatihan dan pendampingan halal pelaku UMKM melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas).
Ketua KKN Abmas Halal Departemen Teknik dan Sistem Industri (DTSI) ITS, Niken Anggraini Savitri ST MT mengungkapkan bahwa salah satu usaha mencapai kemajuan di industri halal adalah meningkatkan nilai jual produk UMKM di Indonesia. Caranya adalah dengan memperoleh sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). “Namun, masih banyak pelaku UMKM yang enggan untuk melakukan investasi di sertifikasi halal, ” jelasnya prihatin, Senin (28/2/2022).
Bergerak solutif menilai hal tersebut, Pusat Kajian Halal (PKH) ITS bekerja sama dengan ITS Tekno Sains melakukan pelatihan dan sosialisasi mengenai sertifikasi halal kepada UMKM. Kemudian, ungkap Niken, program tersebut dilanjutkan dengan pelaksanaan KKN Abmas pendampingan halal oleh mahasiswa ITS kepada 10 UMKM terpilih. “ITS mengajak mahasiswa untuk ikut terjun ke lapangan dan terlibat langsung dengan UMKM, ” tuturnya.
Niken mengatakan, awalnya sosialisasi sertifikasi halal ini ditargetkan kepada seluruh UMKM yang memiliki potensi dan komitmen besar untuk memiliki sertifikasi halal terhadap produknya. Dengan berbagai pertimbangan dan melihat potensi yang ada pada setiap UMKM, terpilihlah sepuluh UMKM yang sanggup mengikuti rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat mulai dari sosialisasi awal hingga persiapan dokumen-dokumen kebutuhan pengajuan sertifikasi halal.
Rapat koordinasi dan pendampingan UMKM terkait surat ajuan sertifikasi halal.
Terkait pelatihan sertifikasi halal ini, ITS Tekno Sains dan anggota Abmas membagi skema pelatihan ke dalam dua alur, yaitu pelatihan kader halal dan pelatihan bisnis digital. Kegiatan pelatihan ini memberikan materi seputar konsep halal-haram, NIB, PIRT, BPOM, alur proses pengajuan sertifikasi halal serta keuangan syariah. “Untuk bisnis digital, pelatihan difokuskan terkait peluang untuk berkembang dan memiliki competitive advantage di market global, ” ujarnya.
Mengenai pelaksanaan pendampingannya, dosen dari Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem (FTIRS) ITS ini menjelaskan bahwa proses yang dilakukan mengikuti pengarahan dari dosen pembimbing untuk melengkapi dokumen persyaratan pendaftaran sertifikasi halal. “Pengarahan ini adalah strategi efektif untuk mendorong peningkatan perekonomian di bidang industri halal, dimana pemerintah telah mewajibkan keberadaan sertifikasi halal tersebut, ” jelas Niken.
Dosen pengampu laboratorium Logistic and Supply Chain Management TSI ITS ini turut memberikan saran kepada PKH untuk menekankan pentingnya pengarahan intens kepada pelaku UMKM mengenai kebutuhan sertifikasi halal sehingga para pelaku UMKM paham mengenai pemenuhan persyaratan dan berkomitmen penuh. “Akan lebih baik jika ada semacam sistem informasi terintegrasi yang memfasilitasi tim Abmas untuk memonitor UMKM yang telah didampingi, ” papar Niken.
Meskipun melalui proses yang cukup panjang, Niken berpendapat bahwa pelaksanaan KKN Abmas Halal ini telah menuai banyak manfaat. Selain membantu pemerintah memajukan industri halal di Indonesia, mahasiswa sebagai pelaksana juga dapat bertambah wawasannya di bidang kewirausahaan. Untuk itu, Niken berharap ke depannya ITS dapat terus menggaet lebih banyak pelaku bisnis dan usaha. “Sehingga dapat memperkenalkan konsep halal dan mengajak mereka untuk mengajukan sertifikasi halal, ” pungkasnya. (*)
Reporter: Fauzan Fakhrizal Azmi
Redaktur: Astri Nawwar Kusumaningtyas