SURABAYA, - Tak melulu soal teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga mampu membuktikan eksistensinya di kompetisi desain. Kali ini, empat mahasiswa Departemen Arsitektur ITS berhasil mengantongi juara pertama di ajang bergengsi internasional, Bamboo Competition 2022 yang dihelat di Universitas Warmadewa, Bali, Sabtu (20/8/2022) lalu.
Adalah Ara Awanda, Rahma Luthfiyya Fahmi, Jeremy Lovedianto, dan Aldimas Kurniawan Putra yang tergabung dalam sebuah tim bernama Narantaka. Nurfahmi Muchlis ST MT selaku pembimbing tim menuturkan, kompetisi ini merupakan rangkaian agenda dari Guangdong - Hongkong - Macao Greater Bay Area and ASEAN International Colleges and Universities Construction Competition.
Dalam kompetisi ini, papar dosen yang akrab disapa Fahmi ini, peserta harus menampilkan karya fungsional dan estetis yang dapat menampilkan struktur terbuka, seperti bangunan yang terbelah dua (half pavillion). “Tim Narantaka sendiri berhasil meraih kejuaraan berkat karyanya yang bertajuk Susuh Angin: The Nest of Aerial Life, ” tutur Fahmi bangga.
Dosen Departemen Arsitektur ini mengaku bahwa Susuh Angin terinspirasi dari Guangzhou Nansha Bird Park yang ada di Tiongkok. Karya ini dirancang guna memberi ruang tersembunyi yang tenang bagi para pengamat burung. Karya ini dibangun dengan lapisan bambu yang menyatu dengan sekitarnya sebagai kamuflase agar tak mengganggu lingkungan burung.
Susuh Angin mengeksplorasi ketidakaturan struktur bambu yang mewakili alam. Bentuknya yang bebas dan melengkung dapat memberikan ruang nyaman untuk berbagai posisi bird watching. Pengunjung dapat berdiri, duduk, berbaring, serta bersantai sambil berinteraksi dengan burung. “Konstruksi ini juga dipastikan aman dari paparan matahari, hujan, dan angin, ” terangnya.
Setiap sambungan bilah bambu difiksasi secara tradisional dengan liana, sebuah tali dari serat alami atau dari kulit yang dibasahi kemudian dikencangkan saat mengering. Selain itu, penutup berbahan logam dipasang untuk mencegah bilah terbelah dan melindungi bagian dasar dari kelembaban. “Penutup logam ini juga dijangkarkan ke tanah untuk menjaga lengkungan bambu, ” urai Fahmi.
Dalam kompetisi ini, tim Narantaka ITS harus menyiapkan tiga materi presentasi, yaitu maket, poster, dan sampel objek untuk detail konstruksi skala 1:1. Fahmi menambahkan, terdapat dua jenis penjurian dalam Bamboo Competition ini. Pertama adalah penjurian internal oleh dosen Universitas Warmadewa, sedangkan penjurian yang kedua dilakukan oleh 11 tokoh kondang dari Indonesia dan Tiongkok.
Tak hanya Indonesia, Bamboo Competition juga digelar di lima negara lainnya, yakni Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, dan Tiongkok (Guangzhou). Nantinya, timpal Fahmi, para pemenang Bamboo Competition di tiap negara akan menyuguhkan karyanya dalam pameran internasional di Guangzhou Nansha Bird Park, Tiongkok pada 15 September hingga 10 Desember mendatang.
Fahmi mengatakan, kompetisi yang berlangsung sejak 23 Mei ini memberikan tim Narantaka banyak tantangan. Mulai dari kesabaran dalam melakukan trial and error hingga keterampilan melakukan kerja kasar. Bagaimana tidak, untuk membuat detail konstruksi menggunakan bahan organik memang bukan perkara mudah. “Mereka harus memikirkan bagaimana cara membuat bambu itu melengkung dan menghitung dimensi yang pas, ” bebernya.
Meski sempat terkendala dalam memikirkan durasi, skenario, pemodelan tiga dimensi, dan detail konstruksi, tim Narantaka ITS berhasil menyelesaikan kompetisi perdananya dengan hebat. Di tahun mendatang, Fahmi menargetkan dapat mengikuti kompetisi ini kembali. “Melalui kompetisi ini, kami harap dapat mendorong mahasiswa lain untuk ikut berprestasi, ” tandasnya. (HUMAS ITS)
Reporter: Erchi Ad’ha Loyensya